Sabtu, 15 November 2014

mandi-mandi sunah

 وسننه خمسة أشياء: التسمية، والوضوء قبله، وإمرار اليد على الجسد، والموالاة، وتقديم اليمنى على اليسرى

Sunnah-sunnahnya mandi itu ada 5, yaitu: 1. Membaca basmalah, 2. Wudhu sebelum mandi, 3. Menggosokkan tangan ke seluruh permukaan tubuh, 4. Bersambung tiada henti (terputus), 5. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri.

1)      Mengucapkan Basmalah

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,
كل أمر ذي بال لا يبدأ فيه ببسم الله الرحمن الرحيم فهو أقطع ) أخرجه ابن حبان من طريقين، قال ابن الصلاح : والحديث حسن.
“Segala perkara yang baik (menurut syara’) yang tidak diawali di dalamnya dengan ‘Bismillahir rahmanir rahim’, maka akan terputuslah (berkahnya).” (Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dari dua jalur. Ibnu Shalah berkata, Hadits ini Hasan)
2)      Wudhu (terlebih dahulu sebelum mandi),


Berdasarkan hadits pada bab fardhu-fardhu mandi.

3)      Menjalankan (menggosokkan) tangan ke seluruh tubuh.

Menghindari pertentangan pendapat orang yang mewajibkannya, yaitu pendapat ulama madzhab maliki.

4)      Beruntun atau berturut-turut

Sebagaimana keterangan pada bab wudhu. Yakni berturutan dalam mensucikan (membasuh/mengusap) anggota-anggota wudhu, selagi basuhan pertama belum kering ketika beralih ke basuhan selanjutnya.

5)      Mendahulukan bagian badan yang kanan daripada yang kiri.

Aisyah Radhiallahu Anha berkata,

كان النبي صلى الله عليه وسلم يحب التيمن ما استطاع في شأنه كله في طهوره وترجله وتنعله

“Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menyukai mendahulukan yang kanan dalam segala hal, dalam bersuci (mandi/wudhu), menyisir dan memakai sandal”. (HR. Syaikhan)

Tambahan: Jika seorang telah wudhu sebelum mandi, dan disaat mandi ia tidak melakukan hal-hal yang menyebabkan batalnya wudlu. Maka, ia tidak usah wudlu lagi sehabis mandi.

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنْ الْجَنَابَةِ يَبْدَأُ فَيَغْسِلُ يَدَيْهِ ثُمَّ يُفْرِغُ بِيَمِينِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ ثُمَّ يَتَوَضَّأُ وُضُوءَهُ لِلصَّلَاةِ ثُمَّ يَأْخُذُ الْمَاءَ فَيُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِي أُصُولِ الشَّعْرِ حَتَّى إِذَا رَأَى أَنْ قَدْ اسْتَبْرَأَ حَفَنَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفَنَاتٍ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى سَائِرِ جَسَدِهِ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ

“Kebiasaan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam jika beliau mandi junub adalah: Beliau memulainya dengan mencuci kedua tangan beliau, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanan ke atas tangan kiri lalu mencuci kemaluanya, kemudian beliau berwudhu seperti wudhu untuk shalat, kemudian beliau mengambil air lalu memasukkan jari-jemarinya ke semua pangkal rambut. Sampai setelah beliau memandang bahwa airnya sudah merata mengenai semua rambut beliau, beliau lalu menyiram kepalanya sebanyak tiga kali tuangan, kemudian beliau mencuci seluruh tubuh beliau, kemudian akhirnya mencuci kedua kaki beliau”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Mandi-Mandi Sunnah

“فصل” والاغتسالات المسنونة سبعة عشر غسلا: غسل الجمعة، والعيدين، والاستسقاء، والخسوف، والكسوف، والغسل من غسل الميت، والكافر إذا أسلم، والمجنون،  والمغمى عليه إذا أفاقا، والغسل عند الإحرام، ولدخول مكة،  وللوقوف بعرفة، وللمبيت بمزدلفة، ولرمي الجمار الثلاث، وللطواف، وللسعي،  ولدخول مدينة الرسول صلى الله عليه وسلم.

(Pasal) Mandi-mandi sunnah itu ada 17, yaitu:

a.  Mandi (untuk shalat) Jum’at

Mandi Jum’at disunnahkan menurut mayoritas ulama. Sedangkan ulama lainnya mewajibkan hal ini. Oleh karena itu, sudah sepantasnya mandi Jum’at tidak ditinggalkan. Inilah pilihan yang lebih selamat ketika menghadapi perselisihan ulama yang ada.

Catatan penting yang perlu diperhatikan, mandi Jum’at bukanlah syarat sahnya shalat Jum’at. Sebagaimana dinyatakan oleh Al Khatthabi dan selainnya bahwa para ulama sepakat (berijma’), mandi Jum’at bukanlah syarat sahnya shalat Jum’at. Shalat tersebut tetap sah walaupun tanpa mandi Jum’at.

Mandi Jum’at disyari’atkan bagi orang yang menghadiri shalat Jum’at dan bukan karena hari tersebut adalah hari Jum’at. Sehingga wanita atau anak-anak yang tidak punya kewajiban untuk shalat Jum’at, tidak terkena perintah ini. (Lihat Ar Roudhotun Nadiyah)

Dari Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ

“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi shalat jumat maka hendaknya dia mandi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim

b.  Mandi pada hari Idul Fitri dan Idul Adha

Hari raya yang dimaksudkan adalah Idul Fithri dan Idul Adha. Mandi ketika itu disunnahkan. Dalil tentang hal ini adalah atsar sahabat yang menunjukkan dianjurkannya mandi ketika hari raya yaitu dari ‘Ali bin Abi Thalib dan Ibnu ‘Umar yang dikenal yang sangat ittiba’ (meneladani) Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.

Riwayat dari ‘Ali bin Abi Thalib Radhiallahu Anhu,

سَأَلَ رَجُلٌ عَلِيًّا رَضِيَ اللهُ عَنْهَ عَنِ الغُسْلِ قَالَ اِغْتَسِلْ كُلًّ يَوْمٍ إِنْ شِئْتَ فَقَالَ لاَ الغُسْل الَّذِي هُوَ الغُسْلُ قَالَ يَوْمَ الجُُُمُعَةِ وَيَوْمَ عَرَفَةَ وَيَوْمَ النَّحْرِ وَيَوْمَ الفِطْرِ

Seseorang pernah bertanya pada ‘Ali radhiyallahu ‘anhu mengenai mandi. ‘Ali menjawab, “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Orang tadi berkata, “Bukan. Maksudku, manakah mandi yang dianjurkan?” ‘Ali menjawab, “Mandi pada hari Jum’at, hari ‘Arofah, hari Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR. Al Baihaqi 3/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ 1/177)

Riwayat Ibnu ‘Umar Radhiallahu Anhuma,

عَنْ نَافِعٍ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى

Dari Nafi’, (ia berkata bahwa) ‘Abdullah bin ‘Umar biasa mandi di hari Idul Fithri sebelum ia berangkat pagi-pagi ke tanah lapang. (HR. Malik dalam Muwatha’. An Nawawi menyatakan bahwa atsar ini shahih)

c.  Mandi ketika hendak shalat Istisqaa’ (shalat mohon hujan)

Dalam hal ini, mandi disunnahkan sebelum berangkat shalat, berdasarkan kiyas kepada mandi untuk shalat jum’at dan ‘Ied.

 d. Mandi ketika hendak shalat gerhana bulan (shalat Khusuuf)

e.  Mandi ketika hendak shalat gerhana matahari (shalat Kusuuf)

Disunnahkan pula sebelum shalat gerhana matahari dan bulan untuk mandi. Adapun dalilnya adalah kias kepada mandi pada hari jum’at. Karena tujuannya sama, baik dari segi disyari’atkannya shalat berjamaah waktu itu, maupun karena berkumpulnya orang banyak. Waktu mandi shalat gerhana matahari maupun bulan dimulai sejak mulai terjadinya gerhana, dan berakhir dengan berakhirnya gerhana.

f.  Mandi sehabis memandikan mayit

Dan disunnatkan pula mandi bagi orang yang baru saja memandikan mayit. Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ غَسَّلَ الْمَيِّتَ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ حَمَلَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ

“Barangsiapa memandikan mayit, maka hendaklah ia mandi. Barangsiapa yang memikulnya, hendaklah ia berwudhu”. (HR. Abu Daud no. 3161. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Hadits ini tidak diartikan sebagai mewajibkan, dikarenakan ada sabda Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam lainnya:

 لَيْسَ عَلَيْكُمْ فِى غَسْلِ مَيِّتِكُمْ غُسْلٌ اِذَا غَسَلْتُمُوْهُ (رواه الحاكم 1/386)

“Kamu sekalian tidak berkewajiban mandi berkenaan dengan memandikan mayit kamu, apabila kamu telah memandikannya“. (HR. al-Hakim)

g.  Mandi bagi orang kafir ketika masuk Islam

Para ulama berbeda pendapat apakah orang kafir yang masuk Islam wajib atau disunnahkan untuk mandi. Namun hal penting yang harus diketahui bahwa di balik perbedaan pendapat ini, mereka bersepakat bahwa orang kafir yang masuk Islam disyariatkan untuk mandi.

Berdasarkan dalil hadits Qais bin ‘Ashim Radhiallahu Anhu,

أتيت النبي صلى الله عليه وسلم أريد الإسلام فأمرني أن أغتسل بماء وسدر

“Aku mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Aku ingin masuk Islam. Lantas beliau memerintahkan aku mandi dengan air dan bidara”. (Hadits shahih diriwayatkan Abu Daud (355), at-Tirmidziy (605), an-Nasa-iy (1/109), dan Ahmad (34/216).

Demikian pula hadits Abu Hurairah Radhiallahu Anhu tentang masuk Islamnya Tsumamah bin Atsal Radhiallahu Anhu, di mana Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memerintahkannya untuk mandi. (Diriwayatkan ‘Abdurrazzaq dan asalnya muttafaqun ‘alaihi. Lihat Bulughul Maram pada kitab at-Thaharah bab al-Ghasl wa Hukmu al-Junb)

h. Mandi bagi orang gila setelah sembuh

i.  Mandi bagi orang pingsan setelah sadarnya

Dianjurkannya hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiallahu Anha dalam hadits yang cukup panjang.

Dari ‘Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Utbah berkata, “Aku masuk menemui ‘Aisyah aku lalu berkata kepadanya, “Maukah engkau menceritakan kepadaku tentang peristiwa yang pernah terjadi ketika Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam sedang sakit?” ‘Aisyah menjawab, “Ya. Pernah suatu hari ketika sakit Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam semakin berat, beliau bertanya: “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab, “Belum, mereka masih menunggu tuan.” Beliau pun bersabda, “Kalau begitu, bawakan aku air dalam bejana.” Maka kami pun melaksanakan apa yang diminta beliau. Beliau lalu mandi, lalu berusaha berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh pingsan. Ketika sudah sadarkan diri, beliau kembali bertanya, “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab, “Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan.” Kemudian beliau berkata lagi, “Bawakan aku air dalam bejana.” Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri kembali, beliau berkata, “Apakah orang-orang sudah shalat?” Kami menjawab lagi, “Belum wahai Rasulullah, mereka masih menunggu tuan.” Kemudian beliau berkata lagi, “Bawakan aku air dalam bejana.” Beliau lalu duduk dan mandi. Kemudian beliau berusaha untuk berdiri dan berangkat, namun beliau jatuh dan pingsan lagi. Ketika sudah sadarkan diri, beliau pun bersabda, “Apakah orang-orang sudah shalat?” Saat itu orang-orang sudah menunggu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di masjid untuk shalat ‘Isya di waktu yang akhir. (HR. Bukhari dan Muslim)

j. Mandi ketika hendak ihram (haji dan umrah)

Dalilnya ialah sebuah hadits yang telah diriwayatkan oleh Tirmidzi, dari Zaid bin Tsabit al-Anshari Radhiallahu Anhu:

 اَنَّهُ رَاَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَجَرَّدَ لاِهْلاَلِهِ وَاغْتَسَلْ

“Bahawasanya Zaid bin Thabit telah melihat Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam menanggalkan pakaiannya kerana hendak memakai ihram dan mengucap talbiah dengan suara yang nyaring dan mandi ihram”. (HR. Tirmidzi)

k. Mandi ketika hendak masuk Makkah

Dalilnya ialah atsar berikut:

 اَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا كَانَ لاَيَقْدَمُ مَكَّةَ اِلاَّ باَتَ بِذِى طُوًى حَتَّى يُصْبِحَ وَيَغْتَسِلَ، ثُمَّ يَدْخُلُ مَكَّةَ نَهَارًا، وَكَانَ يَذْكُرُ عَنِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ فَعَلَهُ

Bahwasanya Ibnu ‘Umar Radhiallahu Anhu tidak memasuki kota Mekah sebelum bermalam di Dzu Thuwa sampai pagi, lalu mandi. Kemudian, barulah masuk ke kota Mekah siang harinya. Dan pernah ia bercerita tentang Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam, bahwa beliau melakukan hal seperti itu. (HR. al-Bukhari dan Muslim, sedang lafazh hadits ini menurut Muslim)

l. Mandi ketika hendak wuquf di Arafah

Sesudah tergelincir matahari. Dan yang terbaik hendaklah dilakukan di Namirah dekat ‘Arafah. Sedang dalilnya ialah:

 اَنَّ عَلِيًّا رَضِىَ ﷲُعَنْهُ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْعِيْدَيْنِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ٬ وَيَوْمَ عَرُفَةَ٬ وَاِذَا اَرَادَ اَنْ يُحْرِمَ

Bahwasanya Ali Radhiallahu Anhu mandi pada hari raya Fithri dan Adhha, hari jum’at, hari ‘Arafah, dan apabila hendak berihram).

Sedang Malik dalam Muwaththa’nya (1/322) meriwayatkan dari Nafi’:

 اِنَّ عَبْدَﷲِ بْنَ عُمَرَرَضِىَ ﷲُعَنْهُ كَانَ يَغْتَسِلُ ﻻِِحِرَامِهِ قَبْلَ اَنْ يُحْرِمَ٬ وَلِدُخُوْلِهِ مَكَّةَ٬ وَلِوُقُوْفِهِ عَشِيَّةَعَرَفَةَ٠

Bahwasanya Abdullah bin Umar Radhiallahu Anhuma mandi untuk ihramnya sebelum berihram, dan juga ketika hendak memasuki kota Mekah, dan ketika hendak berwuquf pada sore hari ‘Arafah.

m. Mandi ketika hendak bermalam di Muzdalifah

n. Mandi untuk melemparkan jumrah yang 3

o.  Mandi untuk thawaf (Thawaf quddum, ifaadhah dan wadaa’)

p.  Mandi untuk sa’I (Berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa 7 kali)

Mandi ketika hendak bermalam di Muzdalifah, Mandi untuk melemparkan jumrah yang 3, Mandi untuk thawaf (Thawaf quddum, ifaadhah dan wadaa’), Mandi untuk sa’I (Berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa 7 kali) dikiyaskan oleh pengarang Matan Abi Syuja’ kepada mandi jum’at, shalat ‘Id karena itu semua merupakan tempat-tempat berkumpulnya orang banyak. Tapi kiyas ini lemah.

q.  Mandi untuk masuk kota Madinah

Dikiaskan kepada mandi yang mustahab sebelum memasuki kota Mekah. Sebab, masing-masing adalah negeri yang dimuliakan.

oleh UST. DR. ERWANDI TARMIDZI, MA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar